Lebih Dari Seorang Tukang KayuSampel
Apakah Ateisme Lebih Bermoral?
Ateis Baru tanpa belas kasihan menyerang kejahatan agama dan karakter Allah dalam Alkitab. Moralitas bisa ada tanpa tergantung kepada Tuhan, demikian mereka memproklamirkan dengan suara keras. Menurut Dawkins, “Kita tidak memerlukan Tuhan untuk menjadi baik—ataupun jahat.”*1 Ateis Baru dengan antusias mencela agama sebagai kejahatan dan memuji ilmu pengetahuan sebagai kebaikan. Namun hal ini menimbulkan dilema yang janggal bagi ateis: Jika tidak ada Tuhan, dari manakah munculnya kewajiban moral pertama kali? Jika “tidak ada sesuatu yang melebihi dunia alami, jasmani,”*2 seperti yang dinyatakan Dawkins, maka apa maksudnya mengatakan bahwa ada kejahatan? Karena nilai-nilai moral tidak memiliki sifat jasmani seperti tinggi, lebar, dan berat, bagaimana kita dapat mengatakan bahwa mereka itu nyata?
Kejanggalan ateisme adalah bahwa ia terkenal sulit menjelaskan tentang kejahatan tanpa standar moral transenden tentang kebaikan. Menurut tradisi, kejahatan dipahami sebagai pemutarbalikan kebaikan. Sama halnya kebengkokan menunjukkan kebenaran standar lurus, kejahatan menunjukkan kebenaran standar kebaikan. C. S. Lewis terkenal dengan ucapannya bahwa tongkat yang bengkok hanya dapat dimengerti dalam terangnya konsep tentang lurus. Demikian pula halnya, kejahatan hanya bisa ada jika pertama kali ada kebaikan. Tetapi jika tidak ada Tuhan (seperti yang diproklamirkan oleh Ateis Baru), lalu apakah kebaikan? Bahkan almarhum ateis J. L. Mackie mengakui bahwa moralitas obyektif tidak mungkin muncul terpisah dari Allah Yang Maha Kuasa.
Keberadaan nilai-nilai moral obyektif adalah alasan yang kuat untuk percaya kepada Tuhan. Pertimbangkan argumen sederhana ini:
1. Jika nilai-nilai moral obyektif itu ada, Tuhan pasti ada.
2. Nilai-nilai moral obyektif itu ada.
3. Karena itu, Tuhan pasti ada.
Kita tahu bahwa nilai-nilai moral obyektif itu ada. Kita tidak perlu dibujuk untuk itu, sebagai contoh, menyiksa bayi untuk bersenang-senang itu salah. Semua orang waras tahu akan hal ini. Maka, karena nilai-nilai moral itu benar-benar ada, maka Tuhan pasti ada pula.
Dalam debatnya di hadapan publik, Christopher Hitchens selalu menantang lawan-lawanya untuk memberikan sebuah contoh tindakan moral yang tidak bisa dilakukan oleh orang ateis. Tentu saja tidak ada. Banyak orang ateis yang baik hati, dermawan, dan pekerja keras. Namun tantangan Hitchens melupakan poin yang lebih besar: Bagaimana ateisme sendiri pertama-tama bisa mengerti tentang kewajiban moral? Jika tidak ada Tuhan, bagaimana kita menbuat patokan baik dan jahat? Ateisme bungkam tentang hal ini. Maka, ironisnya, salah satu penolakan yang paling sering diutarakan mengenai Tuhan berakhir menjadi salah satu alasan terbaik untuk percaya kepada-Nya.
1. Richard Dawkins, The God Delusion, 2nd ed. with Preface (New York: Mariner Books, 2008), 258.
2. Ibid., 35.
Firman Tuhan, Alkitab
Tentang Rencana ini
Apakah Yesus benar-benar Tuhan seperti yang Dia katakan? Dalam renungan dua minggu yang mengusik pikiran, menampilkan wawasan dari buku klasik modern Lebih Dari Seorang Tukang Kayu, Anda akan membaca argumen-argumen utama terhadap iman dari seorang skeptis yang menjadi percaya. Josh McDowell semula bermaksud membantah pernyataan-pernyataan Yesus Kristus. Namun bukti-bukti yang ia temukan benar-benar menunjukkan yang sebaliknya. Maka timbanglah fakta-faktanya. Alamilah kasih Tuhan. Dan kemudian saksikanlah apa yang terjadi.
More