Kebiasaan-kebiasaan dari KekudusanSampel

Habits of Holiness

HARI KE 6 DARI 7

Bahkan Hal-hal Itu

Pengampunan adalah satu dari kata-kata yang bisa mendapatkan dampratan buruk. Ini seperti membiarkan orang yang berbuat salah kepada saya lalu pergi begitu saja tanpa hukuman? Atau mendaftar untuk pergi bebas kemana-mana? Apakah memberikan pengampunan adalah mentalitas "tak acuh dengan kehidupan"? Ataukah itu sesungguhnya bagian dari kekudusan?

Inilah dia: Kita diperintahkan untuk menjadi kudus karena Bapa Surgawi kita juga kudus—untuk hidup dengan cara yang sama supaya dunia melihat Dia lewat diri kita. Dan lihat apa yang Yesus lakukan di dalam salah satu khotbahnya. Dia berkata:

Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati. Lukas 6:36 TB

Tunggu, tahan dulu. Apakah Yesus mengacau kutipan itu? Saya pikir itu seharusnya "jadilah kudus, sama seperti Aku [Tuhan] adalah kudus"? Iya, tapi Yesus tahu dengan tepat apa yang dia lakukan. Karena bagian dari kekudusan yang hilang dari pada pendengarnya adalah belas kasihan. Dan seberapa sering kita melewatkannya ketika kita memperlakukan sesama? Kita semua bisa sepenuhnya murah hati dan berbelas kasih ketika terkait dengan diri kita sendiri, namun begitu seseorang menyakiti diri kita, kita menuntut keadilan!

Yang membuatnya jauh lebih luar biasa untuk direnungkan adalah fakta bahwa sebelum Anda mengenal-Nya, mengakui-Nya, mempercayai-Nya, atau bahkan melangkah kepada-Nya, Yesus sudah pergi ke kayu salib untuk diri Anda.

Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Roma 5:8 TB

Berbicara tentang kemurahan hati dan belas kasih yang radikal. Apa yang Allah tunjukkan pada kita lewat teladan dari Yesus adalah bahwa pengampunan sesungguhnya sama sekali tidak ada kaitannya dengan respons dari orang tersebut. Ini adalah suatu keputusan secara sadar untuk memperlakukan mereka sama seperti Allah, lewat Kristus, telah memperlakukan Anda. Dengan kata lain, Dia telah bermurah hati kepada kita, sampai-sampai panggilan kita untuk membawanya ke dunia tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan untuk bermurah hati dengan orang lain.

Sesudah khotbah yang menantang itu, Petrus menanyakan Yesus pertanyaan ini:

"Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Matius 18:21 TB

Yesus menjawab dengan cerita ini: Ada seseorang yang memiliki hutang yang sangat banyak kepada raja. Hamba ini benar-benar berada di posisi kehilangan segala yang dia punya, menyerahkan rumahnya, dan menjual dirinya dan anggota keluarganya untuk menjadi budak sampai dia bisa mengumpulkan cukup banyak untuk melunasinya. Karena tindakan belas kasih, raja itu pun mengampuni hutang hamba tersebut, menghapus seluruhnya. Apa yang hamba itu lakukan? Menangis karena bahagia? Mengadakan pesta? Hidup dengan lebih bermurah hati setelahnya? Bukan. Tidak satupun yang diatas. Malahan, dia segera pergi dan menemui sesama hamba, seorang teman yang berhutang sebagian kecil dari jumlah hutangnya kepada raja, dan menuntut untuk dilunasi, sekarang juga. Dia bahkan bersikap keras kepada temannya dan memasukkannya kepada penjara! Tunggu dulu, apa? Apakah ia kehilangan ingatan ketika dia meninggalkan tempat raja? Karena itu tidak seharusnya terjadi. Dan itulah maksud Yesus. Satu-satunya respon yang sesuai karena pengampunan atas hutang akan mengambil kedamaian, relasi, dan kebebasan kita—karena itulah yang dilakukan oleh dosa—adalah berbalik dan mengampuni sesama.

Kini ada dari kita yang pernah mengalami kesalahan yang dalam, luar biasa menakutkan. Menyakiti dan mengambil kesempatan dari orang lain itu tidak baik. Dan pengampunan tidak menjadikan segalanya tiba-tiba cerah dan baik-baik saja. Ini bukan berpura-pura jika segalanya baik-baik saja. Ini sebenarnya adalah kebalikannya. Lihat, kepahitan menggerus. Pengampunan mempertemukan mereka dengan kuasa salib. Yesus sudah mati untuk semua itu. Ini pastinya adalah tawaran yang besar. Dan karena Yesus mati bagi mereka, kita tidak harus membawanya. Memilih untuk bermurah hati dan memberikan pengampunan membebaskan kita untuk berjalan di dalam damai, rasa puas, dan bebas yang Yesus berikan kepada kita, sementara memilih untuk tidak mengampuni mengarah kepada kepahitan— dan satu-satunya orang yang benar-benar kita sakiti adalah diri kita sendiri. Namun begitu, bermurah hati tidak berarti bahwa relasi kita dengan orang tersebut akan kembali seperti semula. Kita tidak bisa memilih ketaatan atau pertobatan untuk mereka. Sebagai pengikut Yesus, sebagai orang kudus, bagian kita adalah bermurah hati sama seperti Bapa Surgawi kita bermurah hati kepada kita.

Kebiasaan 4: Bermurah hati kepada orang lain. Seberapa sering kita harus mengampuni? Itulah pertanyaan Petrus, yang Yesus jawab dengan berkata, "tujuh puluh kali tujuh kali” dan kemudian bercerita tentang dua hamba yang berhutang. Apakah Yesus memberi kita soal tebak-tebakan kata, seperti di pelajaran matematika? Tidak. Tujuh adalah angka yang menunjukkan penyelesaian. Jadi apa yang Yesus katakan adalah supaya kita terus mengampuni samapai pengampunan kita selesai. Kata lain untuk selesai adalah sempurna, dan kata lain untuk sempurna (ya, coba Anda tebak) adalah kudus. Kita, sebagai orang kudus, mengampuni tanpa henti—terus menerus, sebagai kebiasaan—karena Allah kita yang kudus tidak pernah tidak mengampuni kita.

Hari 5Hari 7

Tentang Rencana ini

Habits of Holiness

Sebagai pengikut Yesus, kita dipanggil untuk hidup sebagai orang-orang kudus sesuai dengan Tuhan kita yang kudus. Kekudusan bukanlah sebuah tujuan ajaib yang harus kita capai, melainkan identitas yang harus kita hidupi. Dalam Rencana Bacaan Alkitab ini, kita akan melihat beberapa kebiasaan yang kita bisa terapkan untuk membantu kita berjalan di dalam kekudusan dalam relasi secara langsung dengan orang lain maupun secara daring.

More

Kami mengucapkan terima kasih kepada Life.Church yang telah menyediakan rencana bacaan ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi: https://www.life.church/