KRISTEN DAN MEDIA SOSIALNYASampel

KRISTEN DAN MEDIA SOSIALNYA

HARI KE 1 DARI 4

Identitas

Setelah kematian Stefanus, jemaat di Yerusalem tercerai-berai ke berbagai kota di luar Yerusalem, seperti Fenisia, Siprus, dan Antiokhia. Di tempat yang baru, mereka bukan bersembunyi dan berdiam diri, melainkan memberitakan Injil juga. Tuhan menyertai mereka, sehingga sejumlah besar orang di sana menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan. Kelompok pendatang minoritas tersebut kemudian dijuluki oleh warga setempat dengan sebutan “Kristen”, sebuah ejekan bagi orang-orang Yahudi maupun non-Yahudi yang menyembah Kristus. Seiring berjalannya waktu, para “murid”, “saudara”, “orang percaya”, dan “orang-orang kudus” pun mengenakan istilah yang merendahkan tersebut sebagai identitas mereka.

Identitas bagaikan sekeping koin bermata dua. Yang pertama adalah identitas internal, yakni bagaimana seseorang mengenali dirinya sendiri, sedangkan yang kedua adalah identitas eksternal, yaitu bagaimana orang lain mengenali dirinya. Kesenjangan dan konflik identitas biasanya terjadi ketika identitas internal tidak selaras dengan identitas eksternal. 

Dalam pergaulan di dunia maya, khususnya media sosial, kesenjangan identitas dapat terjadi, ketika seseorang tidak menunjukkan sikap, pemikiran, atau perkataan sebagaimana di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini biasanya terjadi, ketika seseorang melihat media sosial sebagai media “pelampiasan diri”, dimana ia bisa mengekspresikan hal-hal yang menurutnya tak mungkin diekspresikan di depan keluarga atau teman-temannya. Namun, ini adalah anggapan yang tidak sehat bagi seorang Kristen, karena setelah lahir baru, hidup seseorang seharusnya terbuka di hadapan semua orang—online maupun offline.

Dari jemaat mula-mula yang tersebar ke berbagai penjuru dunia, kita dapat belajar, bahwa identitas sebagai manusia baru di dalam Kristus telah membuat mereka sebagai komunitas yang berbeda dan membawa perbedaan—bukan hanya di Yerusalem, melainkan di mana saja mereka berada. 

Di masa kini, teladan jemaat mula-mula dapat diterapkan dalam pergaulan di dunia maya. Tak peduli di dunia maya maupun nyata, setiap orang Kristen semestinya tidak kehilangan jati dirinya sebagai pribadi yang hidup di bawah otoritas Kristus. Ibarat salib, identitas baru di dalam Kristus bersifat vertikal, karena terkait erat dengan relasi dengan Allah. Identitas vertikal inilah yang akan menguduskan identitas horizontal, yakni identitas internal dan eksternal. Hanya dengan itulah, seseorang terhindarkan dari krisis identitas di tengah pergaulan dunia maya. 

Firman Tuhan, Alkitab

Hari 2

Tentang Rencana ini

KRISTEN DAN MEDIA SOSIALNYA

Di era informasi, media sosial yang dirancang sedemikian rupa untuk mengisi celah-celah kebutuhan manusia, seperti informasi, pengakuan, dan aktualisasi diri, memikat jutaan dan bahkan milyaran orang di dunia, termasuk di dalamnya: orang-orang Kristen. Apa saja tantangan bermedia sosial bagi seorang Kristen dan bagaimana ia harus bersikap seturut dengan firman Tuhan? Renungan-renungan berikut ini akan menolong Anda merefleksikannya.

More

Kami mengucapkan terima kasih kepada Perkantas Indonesia yang telah menyediakan rencana ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan mengunjungi: https://perkantas.net/