Datanglah Apa AdanyaSample
Yesus Itu Cukup
“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Fil 4:6-7).
Doa adalah senjata ampuh untuk mengatasi kekuatiran kita. Benar, hidup ini penuh tantangan dan tekanan. Kekuatiran akan masa depan seringkali membebani pikiran kita. Sekali kekuatiran itu masuk, ibaratnya seperti tali yang menjerat kita masuk ke sebuah sumur. Semakin kita pikirkan, tali temali itu semakin menjerat, dan menyeret kita masuk semakin jauh ke dalam sumur yang gelap itu.
Paulus memberikan nasehatnya soal kekuatiran ini, yang ia tulis waktu ia sedang di dalam penjara, di dalam suratnya kepada jemaat Filipi, seperti ayat bacaan di atas.
Ayat di atas dapat juga kita baca dalam versi Alkitab The Message yang saya terjemahkan kurang lebih seperti demikian:
“Janganlah takut atau kuatir. Daripada kuatir, berdoalah. Biarkanlah permohonanmu dan puji-pujianmu membawa kekuatiranmu ke dalam doa, dan membawa segala keresahanmu kepada Allah. Dan tanpa kamu sadari, ada rasa damai Illahi datang dan memenuhimu, kamu merasakan segala sesuatu akan bekerja untuk kebaikanmu. Luar biasa, pada saat Kristus menggantikan kekuatiranmu sebagai pusat hidupmu.”
Lalu dalam versi The Passion Translation yang saya terjemahkan bebas,
“Jangan biarkan perhatianmu terpecah atau dipenuhi kekuatiran. Penuhilah dirimu dengan doa tiap hari, bawalah permohonanmu dengan iman kepada Allah diluapi dengan rasa syukur. Curahkan pada-Nya semua kisah hidupmu, maka damai sejahtera Tuhan yang melampaui akal manusia, akan menjaga hati dan pikiranmu melalui Yesus Kristus.”
Kekuatiran itu ibaratnya seperti ngomong dengan diri sendiri tentang hal-hal yang tidak bisa kita ubah, sampai kepala kita mumet. Sebaliknya, doa adalah percakapan kita dengan Tuhan, akan hal-hal yang sanggup Dia ubah. Sayangnya, naluri kita itu, kalau sedang kuatir, adalah mikirin terus menerus, dan mengandalkan usaha kita sendiri. Padahal jalan Tuhan itu soal mengandalkan Tuhan dan bukan kekuatan kita sendiri.
Dalam Ibrani, dikatakan, kalau mau berusaha, berusahalah untuk masuk ke tempat perhentian (Ibr 4:11). Tempat perhentian itu apa? Dalam Bahasa Ibrani, akar katanya adalah ‘katapausis’, artinya beristirahat (rest). Masuk ke tempat di mana kita beristirahat artinya kita menanggalkan kekuatan manusiawi kita dan mengandalkan kekuatan Allah, sepenuhnya berserah dan bersandar. Itulah artinya kita beristirahat. Itulah yang Allah ingin kita “usahakan”, yaitu berusaha untuk tidak berusaha lagi dengan kekuatan sendiri, tetapi berserah kepada Allah.
Dan di tempat peristirahatan itu, ceritakanlah segala kekuatiranmu dengan detil, seperti seorang anak kepada orang tuanya. Semuanya. Sebagai orang tua, kalau anak kita datang kepada kita sambil menangis, tentu kita akan berusaha mencari jalan keluar, bukan?
Demikian juga Tuhan. Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? (Rom 8:32).
Mungkin kita tidak memperoleh solusi dari masalah kita sekejap setelah kita selesai berdoa. Namun saat kita berserah dalam doa kita, seolah kita itu menjatuhkan diri kita ke dalam pelukan lengan Allah yang kuat dan abadi, dan kita tahu bahwa kita aman di situ. Apapun yang terjadi besok, jadinya bukan soal besar, asalkan ada Yesus. Apapun yang terjadi, Tuhan akan merangkai semuanya itu untuk kebaikan kita, dan waktu akan membuktikan kesetiaan Tuhan. Lalu kita akan melihat bahwa tangan-Nya tidak pernah berhenti memeluk kita.
Seperti doa Ignatius Loyola:
"Ambillah Tuhan dan terimalah
Seluruh kebebasanku, ingatanku,
pikiranku dan segenap kehendakku,
segala kepunyaan dan milikku,
Engkaulah yang memberikan,
padaMu Tuhan kukembalikan.
Semuanya milikMu,
Pergunakanlah sekehendakMu.
Berilah aku cinta dan rahmatMu,
cukup sudah itu bagiku.”
Tuhan Yesus itu cukup.
About this Plan
Kadang-kadang kita merasa kering dan Tuhan itu jauh saat kita berdoa. Seolah kita berusaha mencari-cari Tuhan, tapi rasanya seperti jauh dan kita merasa tidak layak. Lain waktu kita merasa berdoa itu seperti beban, kita melakukannya karena tugas rohani dan merasa bersalah kalau tidak melakukannya. Tetapi tahukah kita bahwa Tuhan rindu, sungguh rindu, untuk berdua-an dengan kita, seperti sahabat, seperti Bapa dengan anak, karena cinta-Nya.
More