Ibrani 11:1-22

Ibrani 11:1-22 FAYH

APAKAH iman itu? Iman ialah keyakinan bahwa apa yang kita inginkan akan terlaksana. Iman ialah kepastian bahwa yang kita harapkan sudah menantikan kita, walaupun hal itu belum dapat kita lihat sekarang. Umat Allah pada zaman dahulu terkenal karena iman mereka. Bagaimana kita dapat memahami bahwa seluruh alam semesta diciptakan atas perintah Allah? Dengan iman. Dengannya memahami bahwa semua yang kita lihat dijadikan dari yang dapat dilihat. Bagaimana persembahan Habel bisa menyenangkan hati Allah lebih daripada Kain? Alasannya adalah iman Habel. Karena Habel memercayai Allah, Ia menyatakan dia sebagai orang yang benar dan menerima kurbannya. Dan melalui imannya, Habel masih berbicara kepada kita hari ini, meskipun dia sudah lama meninggal. Bagaimana Henokh bisa diangkat oleh Allah ke surga tanpa mengalami kematian? Tidak seorang pun—tertulis dalam Kitab Suci—dapat menemukannya lagi karena Allah telah mengambilnya. Alasannya adalah iman Henokh. Karena sebelum dia diangkat, Allah telah berkata, bahwa Henokh sangat menyukakan hati-Nya. Saudara tidak mungkin menyukakan hati Allah tanpa iman, tanpa bergantung kepada-Nya. Barang siapa ingin datang kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Ia memberkati orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. Bagaimana Nuh bisa membuat bahtera dan menyelamatkan keluarganya? Alasannya adalah imannya. Ketika ia mendengar peringatan Allah, Nuh percaya kepada-Nya, meskipun belum ada tanda-tanda bencana yang mengancam. Melalui kepercayaannya ia menunjukkan bahwa dunia yang tidak percaya kepada Allah pantas dihukum. Dan melalui kepercayaan itu Nuh mendapat persetujuan Allah. Bagaimana Abraham bisa menaati Allah ketika ia disuruh meninggalkan kampung halaman dan pergi ke negeri jauh yang dijanjikan Allah kepada-Nya? Mengapa dia berangkat, meskipun dia tidak mengetahui ke mana tujuannya? Alasannya adalah imannya. Bahkan ketika ia sampai di negeri yang dijanjikan Allah, ia hanya tinggal di dalam kemah seperti seorang tamu; demikian pula Ishak dan Yakub, yang mewarisi janji yang sama dari Allah. Abraham melakukan ini, karena dengan penuh keyakinan ia menantikan Allah membawa dia ke kota surgawi yang kokoh, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah. Bagaimana bisa terjadi bahwa Abraham, walaupun usianya sudah lanjut, menjadi ayah seorang anak dengan istrinya, yaitu Sara, yang dirinya mandul? Imannya adalah alasan untuk itu juga. Abraham yakin bahwa Allah, yang berjanji kepadanya, pasti akan menepati janji-Nya. Maka satu bangsa yang besar terpancar dari Abraham, meskipun ia sudah terlalu tua untuk mendapat keturunan—suatu bangsa yang terdiri dari berjuta-juta orang, sehingga tidak terhitung banyaknya seperti juga bintang-bintang di langit dan pasir di pantai. Orang-orang beriman yang saya sebutkan ini mati sebelum mendapat semua hal yang dijanjikan Allah kepada mereka. Tetapi mereka yakin bahwa segala sesuatu yang dijanjikan itu akan dipenuhi kelak. Mereka senang, sebab mereka mengakui bahwa dunia ini bukan rumah mereka yang sesungguhnya, mereka hanyalah tamu yang datang berkunjung. Dan bila mereka berkata demikian, tentulah mereka mengharapkan rumah yang sebenarnya di surga kelak. Seandainya mereka merindukan negara asal, mereka dapat kembali. Tetapi mereka tidak mau. Mereka hidup untuk surga. Dan sekarang Allah tidak malu disebut Allah mereka, sebab untuk mereka telah diciptakan-Nya suatu Kota surgawi. Kembali ke Abraham: dia rela mengorbankan putranya Ishak karena Allah memintanya untuk mengujinya. Tetapi bukankah semua janji yang dibuat Allah kepadanya berkaitan dengan Ishak? Tidakkah Allah berkata kepadanya, “Melalui Ishak Aku memberimu keturunan yang Kujanjikan padamu”? Bagaimana bisa Abraham siap mengorbankannya, putra satu-satunya? Alasannya adalah imannya. Ia percaya bahwa kalau Ishak mati, Allah akan menghidupkannya kembali; dan hakikatnya itulah yang terjadi, sebab dapat dikatakan bahwa bagi Abraham Ishak sudah mati, tetapi ia hidup kembali! Bagaimana bisa Ishak, ketika dia memberkati kedua putranya, Yakub dan Esau, mengatakan hal-hal yang masih berada di masa depan yang jauh? Alasannya adalah imannya. Bagaimana Yakub—ketika ia sudah tua dan hampir mati—bisa memberkati kedua putra Yusuf? Alasannya adalah imannya; Dia memberkati mereka percaya pada Allah, yang disembahnya, membungkuk di atas pegangan tongkatnya. Bagaimana Yusuf—ketika mendekati akhir hidupnya—bisa berbicara tentang orang Israel keluar dari Mesir, walaupun pada waktu itu hal itu masih jauh di masa depan? Alasannya adalah imannya. Yusuf bahkan menyuruh mereka berjanji untuk membawa serta tulang-tulangnya.