Tetapi tidak lama kemudian tiba-tiba cuaca berubah dan angin badai (disebut “Angin Timur Laut”) melanda kapal kami dan meniupnya ke tengah laut. Mula-mula awak kapal berusaha mengarahkan kapal ke pantai tetapi sia-sia. Akhirnya mereka menyerah dan membiarkan kapal dibawa angin.
Kami berlayar di balik pulau kecil bernama Kauda, dan di situ dengan susah payah kami mengangkat sekoci yang ditarik di belakang kapal. Mereka melilitkan tali-temali melingkari kapal untuk memperkuatnya. Karena takut terdampar pada pasir terapung di pantai Afrika, mereka menurunkan layar dan membiarkan kapal itu terombang-ambing.
Keesokan harinya, karena badai semakin hebat, awat kapal membuang muatan kapal ke laut. Pada hari yang ketiga, mereka membuang alat-alat derek dan semua benda yang dapat mereka buang. Kami tidak melihat matahari maupun bintang selama berhari-hari, jadi tidak ada orientasi yang mungkin. Badai mengamuk terus begitu hebat, sehingga akhirnya putuslah segala harapan kami untuk menyelamatkan diri.
Sudah beberapa hari lamanya kami tidak makan, tetapi akhirnya Paulus berdiri di tengah-tengah awak kapal, lalu berkata, “Saudara-saudara, seandainya nasihat saya diturut dan kita tidak meninggalkan Pelabuhan Indah, kita tentu terhindar dari segala kesulitan dan kerugian ini. Tetapi tetaplah bertabah hati! Sebab tidak seorang pun di antara kita akan binasa, meskipun kapal ini akan tenggelam.
“Karena tadi malam datang seorang malaikat dari Allah yang saya sembah karena saya adalah milik-Nya. Ia berdiri di samping saya, dan berkata, ‘Jangan takut, Paulus! Engkau pasti akan menghadap Kaisar. Lebih daripada itu, Allah telah mendengar permohonanmu dan akan menyelamatkan semua orang yang berlayar bersama dengan engkau.’ Sebab itu, tabahkanlah hatimu! Karena saya percaya kepada Allah! Segala yang difirmankan-Nya pasti terjadi. Namun kita akan terdampar di sebuah pulau.”
Pada tengah malam, ketika kami terombang-ambing di Laut Adria setelah dilanda badai empat belas hari lamanya, para pelaut merasa bahwa mereka mendekati daratan. Mereka mengukur dalamnya laut dan ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit, mereka mengukur lagi dan ternyata air lima belas depa dalamnya. Mereka tahu bahwa kapal mereka akan segera terdampar ke pantai. Karena takut kandas pada batu karang di tepi pantai, mereka pun membuang empat buah sauh di buritan dan mengharapkan fajar segera menyingsing.
Beberapa orang pelaut bermaksud melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci berpura-pura hendak membuang sauh di haluan. Tetapi Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya, “Setiap orang harus tinggal di kapal. Kalau tidak, kalian semua akan binasa.” Lalu prajurit-prajurit memutuskan tali sekoci dan sekoci itu jatuh ke laut lalu hanyut.
Ketika hari menjelang pagi, Paulus mengajak semua orang untuk makan. “Sudah selama dua minggu Saudara sekalian tidak makan apa-apa,” katanya. “Sekarang makanlah untuk menjaga kesehatan, karena tidak seorang pun di antara Saudara akan binasa.”
Kemudian ia mengambil roti kering dan mengucap syukur kepada Allah di hadapan mereka semua, lalu mulai makan. Semua orang merasa lebih besar hati dan mulai makan. Jumlah orang yang berada di kapal ialah dua ratus tujuh puluh enam.
Sesudah makan, para awak kapal memperingan kapal dengan membuang semua muatan gandum ke laut.
Ketika hari sudah siang, mereka melihat suatu teluk yang rata pantainya, tetapi mereka tidak mengenal daratan itu. Mereka ragu-ragu apakah dapat berlayar di antara karang-karang itu, lalu mendamparkan kapal itu ke pantai. Akhirnya mereka memutuskan untuk mencoba. Setelah memutuskan tali-tali sauh dan membiarkan sauh-sauh itu di dalam laut, mereka menurunkan kemudi, memasang layar topang, lalu mengarah ke pantai. Tetapi mereka melanggar busung pasir dan kapal itu kandas. Haluannya terpancang kukuh, sedangkan buritannya hancur dilanda gelombang yang dahsyat.
Para prajurit menyarankan kepada atasan mereka agar para tawanan dibunuh supaya tidak melarikan diri dengan berenang ke darat. Tetapi Yulius ingin menyelamatkan Paulus. Karena itu, saran mereka ditolaknya. Semua yang dapat berenang diperintahkannya supaya terjun ke laut menuju darat. Selebihnya agar berusaha menyusul ke darat dengan menggunakan papan dan pecahan-pecahan kapal. Dengan demikian semua tiba di darat dengan selamat.